Makna fikih Dalam Peradaban Islam Dan sejarahnya

Laporan: AYU RAHAYU author photo



A. Makna fikih

Yang dimaksud fiqih bukan yang tertuang di kitab kitab b turats maupun yang baru, kalau fiqih yang ada dalam kitab tidak bisa digunakan untuk menata dunia yang baru ini maka kita beralih pada fiqih yang lain yaitu yaitu fiqih metodologis, bukan fiqih qauli tapi fiqih manhaji

Setidaknya sejak abad ke 19, fiqih menjadi ilmu penting dalam proses dakwah Islam dibumi Nusantara fiqih yang diiringi dengan akhlak telah membentuk norma norma beribadah, bermuamalah, bermasyarakat hingga berbangsa dan terkonsep semakin kuat dipraktikkan sejak NU lahir
Nahdhatul ulama yang didirikan oleh hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari pada tanggal 10 Rajab 1344 hijriah atau 31 Januari 1966 M. Memiliki kareristik fiqih yang khas yaitu menerapkan empat Mazhab fiqih dan ilmu tasawuf. Komite Hijaz dengan dua utusan nyakni khay Wahab Hasbullah dan Syeikh ghanaim Al Amir membawa misi fiqhiyyah untuk memperjuangkan kebebasan bermazhab di tanah suci Makkah dan Madinah
Dalam proses berbangsa dan bernegara fiqih menjadi ilmu kunci untuk menegakkan cita cita hidup bersama di Indonesia, munculnya resolusi jihad menantang penjajahan lahirnya Pancasila sebagai dasar negara dan penggunaan istilah waliyul Amri adalah sedikit bukti penerapan ilmu fiqih dalam kehidupan bernegara kita

Berikutnya juga kita membaca karya karya dan pemikiran para ulama Nusantara seperti khy Syamsuri dengan fikih kemaslahatan, Khay Sahal Mahfudh dengan fikih sosial, gusdur menyampaikan bahwa fiqih sebagai etika sosial, pemikiran khay ali yafie tentang fiqih lingkungan hingga khay Masdar fi mas’udi dengan fikih keadilannya
Merujuk dengan fikih para pendahulu dari ini ketua umum PBNU khay haji Kholil Yahya mengajak para ulama untuk mengembangkan ilmu fikih lebih maju lagi, lebih relevan lagi dan lebih utuh dengan agenda dan cita cita yang lebih luas agar dapat diterapkan di dunia global yaitu fikih peradaban dalam artian bungkusnya adalah baru akan tetapi subtansinya lama.
Sangat asing istilah dengan fikih peradaban yang sering mereka dengar adalah fikih munakahat dan fiqhun Nisak (fikih tentang keniwataan), sementara fikih peradaban masih baru , karena masih baru ada salah faham tentang apa yang dimaksud dengan fikih peradaban, ada yang mengatakan fikih peradaban adalah fiqhul adab (fikih sopan santun) yaitu fikih yang mengatur hubungan murid dengan guru, khay dan santri dan sebagainya tetapi yang benar sesungguhnya fikih peradaban diidentik dengan fikih hadarah, hadarah adalah kebalikan daripada badawah dalam makna lain ada istilah insan hadari dan ada Insan Badawi, 
Insan Badawi adalah manusia manusia yang perimitif, sedangkan insan hadari adalah manusia manusia yang sudah maju, sesungguhnya yang diberi beban utama dan amanat dari Allah SWT untuk membangun peradaban diatas bumi ini adalah ummat manusia yang sudah diangkat sebagai khalifati Ardhi dan sekaligus sebagai amirun fil Ardhi dalam ayat Allah SWT telah menjelaskan. Hal itu
هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَٱسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّى قَرِيبٌ مُّجِيبٌ
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”.
هو أنشأكم» ابتدأ خلقكم «من الأرض» بخلق أبيكم آدم منها «واستعمركم فيها» جعلكم عمارا تسكنون بها «فاستغفروه» من الشرك «ثم توبوا» ارجعوا «إليه» بالطاعة «إن ربي قريب» من خلقه بعلمه «مجيب» لمن سأله.
Dialah yang mula-mula menciptakan kalian (dari bumi) yaitu dengan menciptakan bapak moyang kalian, Adam, dari tanah (dan menjadikan kalian pemakmurnya) Dia menjadikan kalian sebagai para penghuni bumi (karena itu mohonlah ampunan-Nya)

Allah SWT menjadikan sebagai Amir Amir (pembangunan dibawah bumi ini. Pembuangan yang dimaksud oleh ayat diatas bukan hanya ‘imarah madaniyyah akan tetapi juga ‘imarah ma’nawiyyah dalam artian bukan hanya pembangunan gedung gedung akan tetapi membangun akhlak dan adab manusi
B. Peradaban islam
Berbicara tentang peradaban fiqih hadarah tidak terlepas dengan sosok ulama besar yang namanya Ibnu Khaldun, Ibnu Khaldun adalah seorang sejarawan, seorang intelektual tetapi juga seorang ulama, beliau juga pernah menjadi Qadhi pada dinasti mamluk di Mesir, menjadi Qadhi dalam Mazhab Maliki karena beliau berasal dari Tunisia dan Afrika Utara memang mayoritasnya bermazhab Maliki 
Ibnu Khaldun hidup pada sekitaran abad 13 atau 14, beliau lahir 1332-1406 M. Hidupnya beliau persis sebelum eranya Walisongo tapi di era setelah kejatuhan majapahit.ibnu Khaldun sebenarnya lahir di Spanyol kemudian meninggal di Mesir, pernah tinggal juga di Tunisia, memang di kota Tunisia ada patung besar Ibnu Khaldun yang menarik pada setiap sisi patungnya itu ada kutipan kitab beliau yang terkenal bernama muqaddimah Ibnu Khaldun kitab ini merupakan kitab muqaddimah sejarah, tetapi kitab muqaddimah sendiri itu, berdiri sendiri sebagai kitab yang terkenal sekali, Kitab ini dianggab oleh para sarjana di barat sebagai pondasi dari sosiologi modern yaitu ilmu tentang masyarakat (ilmu ijtima’k) itu pendiri pertamanya adalah Ibnu Khaldun seorang sarjana muslim, seorang ulama bahkan Qadhi dan bermazhab maliki 

Di dalam patung itu ada kutipan yang bunyinya adalah “al insan madaniyun bi tab’i”, menurut ibnu khaldun secara karakter dasarnya manusia cara bertabi’at dan cara mengaturnya adalah madaniyun bi tab’i, Madani adalah tinggal disebuah kota karena masyarakat manusia itu cendrung untuk tinggal di tempat yang menetap lawannya Madani adalah Badawi, Badawi adalah orang yang tinggal pindah pindah di Padang pasir, manusia itu lebih cenderung untuk menetap tidak bisa dia tinggal secara berpindah pindah seperti manusia di zaman dulu

Selama ribuan tahun manusia itu hidupnya itu hijrah Sepanjang hayat tidak pernah menetap itu namanya Badawi atau badawah, kehidupan manusia yang ujungnya adalah kehidupan yang tinggalnya menetap di sebuah tempat itu namanya kehidupan Madani, ketika. Nabi hijrah dari Makkah ke Madani di sana beliau membangun kehidupan Madani dalam istilah Ibnu Khaldun peradaban itu dalam bahasa arabnya adalah Madaniyah yang inti peradaban adalah manusia yang tinggal secara menetap di sebuah daerah atau tempat menetap disitu setelah menetap dia membangun peradaban, karena peradaban tidak bisa dibangun kalau manusia itu tidak menetap di sebuah tempat. Bisa dilihat masyarakat manusia yang banyaj berpindah itu pasti peradabannya rendah, Manusia yang menetap disebuah tempat maka peradabannya tinggi, jadi Madinah adalah ciri khas dari peradaban yaitu adanya kota, madaniah adalah tempat tinggal kalau kata “misrun” itu diidentik dengan kota. Makin kota itu maju maka peradaban maju 
Karena itu nabi sendiri bahkan dalam Al Qur’an itu tidak terlalu suka orang Badui dalam Al Qur’an ada ayat yang sangat terkenal 
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)

Orang-orang Badui lebih parah dalam kekafiran dan kemunafikan, dan lebih besar kemungkinannya tidak mengetahui batas-batas apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (97
Orang orang Badui yang tinggal di Padang pasir mereka hatinya itu susah untuk dilembutkan dengan iman, mereka sangat dalam kekufurannya itu, karena mereka hidup didaam kehidupan nomadik
Maka peradaban itu hanya bisa lahir di kota atau di tempat dimana manusia tinggal bareng kemudian membangun peradaban bersama. Kenapa manusia ini butuh peradaban dalam kitab Ibnu Khaldun ada matan yang menjelas hal tersebut
وبيانه أن الله سبحانه خلق الانسان وركبه على صورة لا يصح حياتها وبقاؤها إلا بالعداء
Manusia itu diciptakan oleh Allah begitu rupa sehingga dia tidak bisa bertahan kecuali ada nutrisinya (makan)
وهداه إلى التماسه بقطرته وبما ركب فيه من القدرة على تحصيله

Manusia juga diciptakan oleh Allah begitu rupa dengan kemampuan yang ada pada dirinya (sejak lahir) manusia itu diberi kemampuan untuk mencari makanan untuk membuat dia bisa bekerjaanusia itu tidak bisa hidup tanpa makanan dan skil atau ketrampilan dalam mencari makanan 
إلا إن قررة الواحد من البشر قاصره عن تحصل حجاته من ذلك الغداء

Orang itu kalau sendirian dia tidak bisa memenuhi kebutuhan makanan  secara sendirinya dan harus membutuhkan organisasi, dia harus kerja bersama supaya dia memenuhi makanan itu, karena itu manusia butuh peradaban karena di dalam peradaban itu ada organisasi, inilah penting organisasi untuk mengatur (mensistematisi) manusia untuk memenuhi kebutuhannya itu
غير موقية له بما دة حياته منه، ولو فرضا منه أقل ما يمكن فرضه وهو قوت من الحنطة مثلا ، فلا يحصل إلا بعلاج كثير من الطحن والعجن والطبخ

Manusia tidak bisa memenuhi makanannya sendirian dia harus bekerja sama dengan membangun organisasi, membangun sistem untuk melakukan banyak hal terkait dengan penyembuhan dasar itu, sistem tersebut diibaratkan dengan at tahnu (menumbuk beras) setelah itu dimasak dibuat adonan dengan menanak, maka tiga komponen itu merupakan kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan makanannya dan seterusnya

Jadi peradaban itu sebenarnya muncul dari kebutuhan sederhana, bagaimana manusia itu bisa makan, maka dari kebutuhan yang sederhana ini kemudian menjadi embrio yaitu menjadi benih lahirnya sebuah peradaban 

Di dalam sejarah Islam yang sangat panjang sekali dari masa nabi Muhammad sampai sekarang ini (masa pak Jokowi) itu ada banyak kerajaan kerajaan karena salah satu cirinya peradaban adalah manusia adalah membangun organisasi, organisasi yang paling vital dalam sejarah kehidupan manusia adalah negara, karena itu negara menjadi salah satu simbol peradaban sepanjang Islam itu ada sejarah kerajaan kerajaan yang banyak sekali, kerajaan pertama di dalam dunia Islam setelah Khulafaur Rasyidin adalah kerajaan Bani Umayyah (661-730 M) -damaskus kerajaan ini 100 tahun umurnya lebih tua dari negara Indonesia yang kedua Umayyah Spanyol Andalusia, setelah Bani Umayyah ada kerajaan yang besar yaitu Bani Abbasiyah (750-1250 )- Baghdad hidupnya kerajaan ini hidupnya 300 tahun lebih tua dari Indonesia. Maka kerajaan yang penting disebut disini adalah kerajaan Bani mamluk. Kerajaan mamluk adalah kerajaan yang dibangun oleh para mantan budak, jadi budak dalam Islam itu bisa membangun kerajaan namanya Bani mamluk atau kerajaan mamlukiyyah berdiri di Mesir menyebut Bani mamluk adalah satu kerajaan yang penting dan pengaruhnya besar kepada nahdatul ulama, ada dua kerajaan penting yang punya pengaruh besar kepada nahdatul ulama pertama kerajaan mamluk kedua kerajaan Bani Usmaniyah atau kerajaan Usmani, selama Bani mamluk ini berkuasa di sanalah lahir ulama ulama yang kitabnya Sampai sekarang dipakai sebagai panduan dalam pengajaran fiqih Mazhab Syafi’iiyah 

Jadi ulama besar yang hidup di era ini adalah imam Nawawi yang mengaraarang kitab minhajul Abidin salah satu rujukan ulama dalam dalam Mazhab Syafi’i kemudian diiingkas oleh imam Zakaria Al Anshari yang hidup di era ini diringkas menjadi minhajul thullab disyarahi oleh beliau menjadi Fathul Wahab, Fathul Wahab adalah kitabnya paling populer di pesantren pesantren Nahdhatul ulama, dimana juga di era ini lahir seorang ulama besar yaitu Ibnu Hajar Al Haitami yang menulis kitab tebal sekali Syarah dari minhajul Thalibin judulnya kitab tuhfah, dan ulama besar yang hidup terakhir di masa Bani mamluk adalah imam Jalaluddin yang dikaji oleh semua pondok pesantren di seluruh Nusantara
Kemudiaan di era Ustmani pentingnya juga pengaruhnya kepada kita karena Bani Ustmani ini adalah kerajaan terakhir khilafah di dunia Islam, sebelum runtuh 1923 kerajaan Usmani penting salah satu warisannya adalah thariqat Naqsyabandiyah adalah sebuah thariqat yang berkembang pesat di era Bani Ustmani dan pengaruhnya ke Indonesia sangat besar sekali, dari thariqat Naqsyabandiyah muncul thariqat qadariyah Naqsyabandiyah yang digabung jadi satu thariqat yang salah satu pusatnya di Tasikmalaya pesantrennya Abah Anom pondok Suryalaya. Tariqat qadariyah Naqsyabandiyah adalah salah satu tariqat yang sangat penting dalam jam’iyyah, thariqat yang mu’tabarah yang pendirinya KY Muslih ranggen Demak, Jawa Tengah tariqatnyanya itu tersebar ke seluruh dunia berkat kerajaan Bani Usmani 
Inilah peradaban peradaban yang pernah lahir di dunia Islam, kemudian ke Indonesia muncul kerajaan kerajaan Islam samudra pasai yaitu kerajaan Aceh yang sangat penting dimana disana itu tumbuh tradisi pengetahuan Islam yang luar biasa, ulama pertama Indonesia itu munculnya di Aceh yaitu Syeikh Abdur Rauf as singkili, sebelumnya ada syeikh Nuruddin Ar raniri ini ulama dari India sebenarnya dari kota ranir ke Indonesia kemudian datang ke Aceh jadi Qadhi kepala di Aceh Darussalam tetapi yang asli orang Aceh dari Fansur itu namanya Abdur Rauf as singkili yang mengarang tafsir pertama dalam bahasa  Melayu judulnya adalah kitab Hidayatul Mustafid itu merupakan ringkasan dari tafsir jalalain, tafsir baidhawi, dan tafsir azzamakhsyari, dia belajar 25 tahun di negeri Hijaz Madinah pulang ke sini menjadi Qadhi di negeri Aceh Darussalam beliau inilah patut dihormati sebagai asal usul tradisi pengetahuan yang luar biasa peradaban ilmu pengetahuan di indonesia Beliau mengarang kitab imam Syafi’i yang judulnya mir’atul thullab masih pernah diajar di aceh, kemudian ada kerajaan Demak, setelah runtuhnya Majapahit ada Kerajaan Mataram, kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam terakhir di tanah Indonesia.
C. Peradaban pengetahuan 
Peradaban ini memang sangat sangat panjang yang kemudian melahirkan peradaban pengetahuan berupa kitab kitab yang diajarkan di pondok pesantren yang disebut dengan kitab kuning, ada kitab kuning bagian fikih yang namnya fikih siasah, hanya saja fikih zaman kita ini ditulis di zaman dulu, zaman ketika hadharah atau peradaban itu modelnya beda dengan hadharah kita sekarang , contoh ciri hadharah dulu negara negara itu tidak mengenal batas, negara dulu tidak ada batasnya, batasnya itu bisa mengembang bisa mengerut, kalau negara itu militernya kuat dia akan menyerang atau nenceplok negara lain kalau dia lemah, maka hukum diceplok dan mengceplok (makan /dimakan ) tergantung kekuatan militernya karena kita baca fikih fikih zaman dulu termasuk fikih yang ditulis oleh khay Nawawi Banten yang menulis Syarah terhadap kitab fikih dalam Mazhab Syafi’i yang terkenal yang ditulis oleh Syeikh zainudin Al malibari , qurratu ‘in yang disyarahi menjadi Fathul Mu’in tetap disyarahi oleh Khay Nawawi Banten judulnya nihayatul Zain

Kalau sering baca kitab nihayatu Zain disana ada keterangan atau ada bab kitabuk jihad di dalam kitabul jihad itu ada keterangan yang intinya adalah jihad itu wajib setiap tahun fardhu kifayah
والجهاد فرض كفاية وأقله مرة في السنة

Setiap tahun itu sekali minimalnya kita jihad, maka jihad disini bukan jihad dalam ekonomi peternakan bukan begitu, namun yang dimaksud kitab fiqih adalah perang minimal setahun sekali fardhu kifayah, artinya kalau tidak satupun orang yang melakukan jihad setahun kita semuanya dosa, kenapa ulama dulu begitu ajarannya, karena zaman itu negaranya tidak ada batas , kalau tidak ada jihad maka diceplok oleh negara lain, inilah satay kitab fikih siyasah agkamul sultaniyah jadi jihad itu wajib tiap tahun karena untuk mempertahankan negara sebagai doktrin pertahanan semesta

Jadi jihadnya itu dimana yaitu diperbatasan negara , perbatasan negara itu dalam fikih lama. Adalah “aqsuhur” dari kata sagrun, sagurun, sagrun adalah celah, jadi orang itu wajib jihad diperbatasan negara yang merupakan celah dimana negara lain disitulah kita berjihad yaitu di perbatasan negara, khay Nawawi Banten menciptakan caranya jihad adalah dengan cara mengirim pasukan untuk datang ke Suhur (perbatasan/celah negara) dimana disitu  kemungkinan ada infasi dari negara lain, karena konteksnya dulu belum ada negara bangsa atau PBB yang melindungi batas batas negara, nah makanya fikih kita mengatakan
الجهاد في مراة في الساعة وحكمه فرض كفاية
Kalau kitab fikih ini kita baca tanpa menyadari konteks sejarahnya itu bisa bahaya, demi melaksanakan Fathul mu’in kita jihad setahun sekali, jangan diragukan dengan teman teman disebelah sana itu, karena mereka memahami fikih tidak melihat konteks sejarahnya, ini rasanya aneh yang ngaji Fathul Mu’in gak pernah jihad, yang jihad tak pernah nagji Fathul mu’ib ini terjadi kebolak-balik, kenapa kok santri santri kita tidak pernah jihad padahal dalam kitab Fathul mu’in dikatakan jihad itu fardhu kifayah, kenapa mbah Hasyim ‘asyari tidak pernah mengajak kita berjihad setiap waktu beliau ngajak jihad sekali saja yaitu resolusi jihad itu pun karena ada orang lain yang menyerang negara kita tetapi kalau situasi normal beliau tidak pernah meminta kita untuk jihad, karena khay khay tau membaca fikih itu melihat sejarahnya
Ini yang mau kita lakukan dengan fikih hadharah kepinginnya kalau kita baca fikih itu harus sadar konteksnya kalau tidak sadar konteksnya itu fikih yang semulanya ajaran kebaikan akan menjadi alasan untuk melakukan kekacauan, maka mari di peradaban baru kita tidak meninggalkan isi kitab kuning ini konstektual dengan keadaan sekarang itu tujuan fikih peradaban bagaimana kedudukan negara, politik negara dalam dunia ini, bagaimana dan seterusnya maka kita wajib mutala’ah dengan khay dulu yang mengerti peradaban, contoh ulama yang mengerti peradaban adalah Ibnu Khaldun.

Share:
Komentar

Berita Terkini