RELASI POLITIK DAN AGAMA

Laporan: AYU RAHAYU author photo



Opini : Salman Al farisi S.Ag

Jabatan: maha santri mudi mesra

Politik itu pada hakikatnya adalah sebuah teori untuk penataan kenegaraan kalau dihubungkan dengan agama bagaimana politik itu membingkai tata nilai yang luhur dari agama itu dengan demikian sebetulnya agama tidak memusuhi politik dan politik tidak boleh memusuhi agama, terjadi pertikaian itu karena disebabkan bukan dengan tata nilai agama itu, di dalam agama Islam ada ungkapan di dalam hadist “addin Al mulku tau’amani” agama sebagai tata nilai kehidupan dan politik seharusnya dia membingkai tata nilai itu agar tidak kedodoran kalau amanat ini putus dimana politik itu berjalan sendiri tanpa dia mengikuti alur kemauan masyarakat maka ada sesuatu yang hilang disini, dan disinilah awal dari pada keresahan masyarakat itu, karena apa yang dibawa oleh masyarakat oleh agama tidak tembus kepada kebijakan-kebijakan Politik oleh karenanya maka yang terpenting itu bukan hanya agamanya dan politiknya tapi bagaimana membawa agama di dalam berpolitik dengan membawa politik yang tidak bertentangan dengan agama nah, disini perlu siapa sesungguhnya yang mampu menyajikan itu 

Berbicara politik tidak lepas yang namanya pemimpin maka posisi kepemimpinan karena dulu seseorang yang menggantikan Rasulullah masih seperti wibawa Rasulullah diistilah dengan Khalifah yaitu pengganti Rasulullah, untuk sekarang sudah mulai berbalik dengan nama Malik (penguasa) bukan lagi khilafah yaitu terjadi sesudah Khulafaur Rasyidin pada sahabat yang kelima orang duduk yang memutuskan hukum (qada’) dan siasah (politik) legislatif dan eksekutif bahkan kebanyakan hukum fikih tujuannya hifdhu masalihit Dunya (memelihara kemaslahatan dunia) untuk apa presiden , gubernur, bupati,wali kota, camat, lurah yaitu mengatur masalih dunia bukan agama, kapan turun ke sawah yaitu dengan bikin rapat itu lurah yang ngatur sedangkan lurah adalah perintah dari camat supaya sempurna dengan masalih dunia akan masalih akhirat (agama).

Nyatanya antara politik dengan agama mempunyai keterikatan maka sebagian kita katanya tidak perlu untuk berpolitik lebih lagi seseorang yang berilmu agama, bahkan
Kita sudah banyak salah menafsirinya dan dihobongin banyak orang dalam Al Qur’an dan hadis karena salah dalam memahaminya lalu dikatakan seenaknya padahal tidak menurut yang sebenarnya Maka saat itu tidak ada orang yang bersuara, maka jangan sekali kali pedoman hukum pada ayat dan hadist, yang benar pedoman kita adalah kitab para ulama. Salah satu kitabnya ghayatul Ushul  yaitu hukum Allah untuk kita muqallid (seseorang yang mengikuti) yaitu nas muqallad (seseorang yang diikutkan atau Mujtahid) kembali kepada ayat dan hadist adalah orang yang sanggup seperti Mujtahid mutlaq, sedangkan Mujtahid fatwapun tidak kembali kepada ayat, tapi jangan salah pahami ada juga ayat dan hadist yang tertulis dalam kitab kuning sedangkan hadist di dalamnya adalah untuk menjadikan pegangan para Mujtahid (orang yang menggali hukum dari ayat dan hadist) bukan untuk makanan kita, maka antara politik dengan agama tidak dapat dipisahkan kalau kita tidak berpolitik maka tidak akan teratur masalih Dunia kenapa! Karena bisa dimanfaatkan oleh orang-orang serakah (orang tidak benar) tapi oleh Allah akan memberi suatu saat mana yang benar dan mana yang salah, sekurang kurangnya sudah masuk dalam asbab (sudah mulai untuk perubahan dan perbaikan politik)

Kalau agama telah dijauhkan dari politik inilah akibat terjadi sekuler sehingga mereka dihauhkan agama dengan politik akibatnya orang orang yang berkomit kepada agama merasa malu dengan kita berpolitik kenapa! Karena politik itu jahat, kotor tidak mungkin orang orang baik bisa adil dalam berpolitik lalu mereka merasakan orang yang berkomit kepada kebaikan dan Menjauhkan diri dari politik, Maka diketika agama telah saat itulah hilang kejujuran, amanah dalam dunia karena orang Islam yang berkomit dengan agama telah dikatakan hal semacam ocehan ujungnya di dalam jabatan politik ummat Islam telah di serang oleh orang lain katanya tidak jujur, datang kafir ditawar dirinya bahwa ia yang jujur lalu orang Islam katanya si kafir tildak jujur, maka kesimpulan lebih baik berpolitik oleh orang kafir karena Jujur, untuk orang jujur sudah kita jauhi, dan orang pribadi baik sudah dijauhi maka yang nampak adalah kotor kemudian datang kafir mendakwa diri bahwa kami yang jujur, kemudian datang sorakan dikalangan orang Islam lebih baik kafir yang jujur ketimbang muslim yang tidak jujur seolah-olah tidak ada lagi orang yang jujur, padahal nyatanya bukan begitu, sebenarnya hal itu telah dikatut takutin, begitulah strategi orang lain luar biasa hebat, halus dalam bermain.

 jika agamanya tidak hadir memperbaiki politik maka politik itu akan Menjadi fitnah bagi agama dan masa depan bangsa. 
Dan pada rusak dunia maka rusaklah agama karena agama saling ada ikatan dengan dunia “addunya mazra’atul akhirat” kalau tidak mantap dunia akhiratpun tidak oke, tetapi jangan membalik karena dalam ayat :

وينبغي فما إياك الله دار الأخرة ولا تنسى نصيبك من الدنيا.

Takutlah dengan ni’mat yang telah diberi oleh Allah kepadamu yaitu negeri akhirat itu dengan kalimat tuntut, tetapi untuk dunia “wala tansa” jangan lupa jatah kamu daripada dunia, maka apa jatah dunia yaitu “mazra’atul akhirat” dalam hidup dunia itu kesempatan, kesenangan, kekayaan ni’mat dunia digunakan untuk bisa taat maksudnya kita ambil di akhirat nanti, tempat mulai akhirat adalah kubur karena sesuatu yang tidak manfaat ketika kita masuk dalam kubur itulah dunia, ingat jangan lupa, harus ada sedikit tapi yang diperintah tuntut adalah akhirat pada kejadian tersebut ada yang salah dalam memahaminya yaitu akhirat harus ada untuk dunia kita tuntut sudah dibalik, maka maksudnya kalau ada sedikit sudah bisa tapi yang dituntut adalah dunia itu bukan, yang benar akhirat kita tuntut sedangkan dunia harus ada sedikit untuk menopang akhirat  supaya tidak lalai karena kalau sudah banyak kebiasaan manusia lalai, kenapa kalau ada dunia tidak ada agama (akhirat) karena dunia tempat bercocok tanam untuk mengambil panen di akhirat.

Esensi daripada mengapa orang berpolitik dan mengapa seseorang kembali beragama, ada salah seorang pemimpin berkata kalau agama dicampur dengan politik maka politik tersebut rusak, kalau politik dicampur dengan agama maka agama rusak, ini menggambarkan seakan akan memang dia bertolak belakang kenapa? Karena agama itu mengajak kebaikan mengajak kepada kemaslahatan dan sebagainya sedangkan sebahagian politisi dalam. Kenyataan bertolak belakang dengan hal itu, jadi katanya tidak usah juga masukkan politik dalam agama, bisa jadi ada orang menggunakan agama untuk meraih tujuan politik, meraih kekuasaan itu tidak benar, karena kenyataan itu demikian maka agamawan datang berkata “hai hati hati berpolitik, karena politik itu kotor, candu, jahat, Islam itu tidak bertentangan dengan politik bahkan dalam ajaran Islam ada politik, tapi politik dalam pengertian  paling tidak seperti yang kita katakan tadi nyakni hikmah, tidak mungkin suatu ajaran yang mengajarkan bagaimana cara masuk WC, bagaimana cara orang kalau bersin, dan pakai sandal tidak kotor kaki hal hal yang semacam ini diaturnya padahal dia tidak atur menyangkut negara. Menyangkut masyarakat. 
jadi kita tidak bisa berkata Islam tidak mengenal politik tetapi disisi lain politik dalam kenyataannya itu seringkali bertentangan langkah langkahnya dan langkah langkah yang diinginkan oleh agama dari sini orang lantas berkata kalau begitu agama bertentangan dengan politik jadi tergantung lagi pengertian kita terhadap politik

 Ada lagi yang melihat politik dengan negatif sesuai dengan kenyataannya dia katakan jangan campur agama dengan politik karena agama itu terlalu suci, maka politik adalah upaya untuk meraih kemaslahatan bersama, politik juga merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk suatu kemaslahatan bersama, itu agama pasti mendukung
Dalam  realisasi politik dengan agama tidak terlepas yang namanya maqasid syari’ah bila diartikan secara bahasa adalah tujuan tujuan syariah, maksud utama dari maqasid syariah adalah merealisasikan kebaikan untuk ummat manusia (mashalih al’ibad) baik urusan dunia maupun akhirat seperti yang telah disepakati oleh para alim ulama, karena pada dasarnya semua ketentuan dalam syarai’ah memang bertujuan untuk terciptanya maslahah atau kebaikan, kemanfaatan dan kedamaian umat manusia dalam segala urusan baik dunia maupun akhirat, menurut imam Asy-Syatibi bahwa maqasid syariah memiliki hal inti yaitu pertama hifdhu addin (حفظ الدين  ) menjaga agama yang kedua (حفظ النفس ) menjaga jiwa, ketiga hifdhu aql (حفظ العقل ) menjaga aqal, keempat hifdhu annasl (حفظ النسل ) menjaga keturunan.
Maka keterangan tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam kitab ihya Ulumuddin karya salah satu imam dalam bidang tasawuf ahlus Sunnah waljama’ah nyakni hujjatul Islam abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali 

وأحكام الخلاقة والقضاء والسياسات بل أكثر احكام الفقه مقصودها حفظ مصالح الدنيا ليتم بها مصالح الدين.

Posisi kepimpinan memutuskan atau menetapkan hukum, berpolitik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) Hingga kebanyakan hukum fiqih, tujuan sebenarnya adalah memelihara kemaslahatan dunia untuk menyempurnakan kemaslahatan dunia dan untuk menyempurnakan kemaslahatan akhirat maka presiden, gubernur, walikota, lurah, camat dll, berfungsi untuk mengatur kemaslahatan dunia, bukan hanya kemaslahatan agama. Kemaslahatan dunia dipelihara dan dijaga demi sempurnanya kemaslahatan agama, disinilah terdapat keterikatan antara politik dan agama yang keduanya tidak dapat dipisahkan

Sebenarnya politik itu merupakan cara kita membangun kekuatan untuk menggapai kekuasaan kalau niat untuk kebaikan maka menjadi perjuangan dan pahala, bila niat untuk selera nafsu maka menjadi dosa-dosa dan menuju ke neraka, hari ini ada bahasa bahwa politik itu kotor, siapa saja yang berpolitik yang tidak habis pikir politik itu kotor tapi beliau ada di dalam politik Tersebut ucapkan. Lagi kalian tidak perlu terlibat biarkan aku saja padahal bukan Seperti itu caranya tapi kalau kita lihat kotor ayo bersihkan berhasil bersih bukan urusan kita itu urusan Allah namun kita ditugaskan untuk berusaha membersihkan, berhasil maka dapat pahala, pahala disaat membersihkan dan memperbaiki jauh lebih besar nilai dan keberuntungan ketimbang dengan hasil dari kekuasaan di dunia ini.


Share:
Komentar

Berita Terkini